Langsung ke konten utama

Algoritma Batik Nusantara



Algoritma Batik Nusantara 

Rāvaṇavadha ditulis Bhattikawya, India kuna, dari Abad ke-6 sampai 7.
Kakawin Rāmāyaṇa (ꦏꦏꦮꦶꦤ꧀ꦫꦩꦪꦟ), Mataram Hindu, pada 870.

Menurut KRT Manu W. Padmadipura, merujuk Kakawin Rāmāyaṇa, 870, kata “batik” berasal dari “tika” (Jawa Kuna) yang berarti lukisan atau gambar sakral. Dalam Citrabuwana, lukisan sakral tersebut merupakan penghubung antara tubuh manusia yang memakai (jagad cilik, microkosmos) dengan alam semesta (jagad gedhe, macrocosmos). Keterhubungan antara pemakai batik dengan alam semesta merupakan tanda bhakti untuk menjaga keseimbangan semesta.



Corak batik dibedakan dari bayi yang baru lahir sampai tahapan kematian, juga untuk tujuan khusus. Kode batik Nusantara menafsir-ulang pengaruh episteme dari kaligrafi Arab, karangan bunga Eropa,
phoenix China, bunga sakura Jepang, juga merak India atau Persia.

Simbol dan filosofi kehidupan batik Nusantara inilah yang mendasari UNESCO untuk mengakui batik dalam Daftar Representatif sebagai Budaya nir-benda Warisan Manusia (UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah tentang Warisan Budaya Nir-benda di Abu Dhabi, 2 Oktober 2009.

Batik adalah bukti keragaman, kejeniusan coding-decoding, dan merupakan bahasa jiwa warga Nusantara. Dalam dekade ini, algoritma batik sebagai lukisan semesta kian diperebutkan oleh pebisnis global. Penguasaan algoritma batik di Tanah Air Nusantara adalah sumber dan akses pengendalian bahasa-visual untuk bisnis global. Mengenal untuk menata-ulang algoritma batik Nusantara menjadi akses pasar dengan kenyamanan konsumen.

Saatnya mendengar kembali panggilan Indonesia raya. Salam satu jiwa. Salam Istimewa.

Musik: Gendhing Raranjala (Pelog lima)

Komentar